Minggu, 05 Februari 2012

Toleransi Beragama dan Truth Claim Dalam Islam





Toleransi beragama?
Bukankah setiap agama mempunya truth claim (kebenaran masing-masing agama)?
Bukankah setiap ayat yang ada pada masing-masing kitab menjelaskan bahwa agama yang tertera pada kitab tersebuat adalah agama yang benar?, dan bukankah bagi pemeluk agama lain yang tidak disebut pada kitab tersebut diharuskan masuk pada agama tersebut?

Itu hanyalah beberapa pertanyaan dari berjuta-juta orang yang terlintas dari pemikiran mereka. Sebenarnya masih banyak lagi pertanyaan yang dipikirkan oleh masing-masing orang terkait dengan toleransi beragama. Dikalangan masyarakat Barat yang notabenenya adalah masyarakat maju, mereka justru tidak memegang prinsip agamanya yang benar, justru karena memegang prinsip toleransi kebanyakan mereka justru membenarkan faham pluralisme ( faham yang menyatakan bahwa setiap agama mempunyai jalan menuju Tuhan yang sama, dan setiap agama adalah sama-sama membawa manusia menuju surga yang dijanjikan Tuhan). Akan tetapi bagi masyarakat yang masih berpegang teguh terhadap agama yang mereka yakini justru menganggap keyakinan orang yang berbeda adalah keyakinan yang salah, dan orang yang berbeda keyakinan perlu dimasukkan ke agama yang mereka anut.

 Akhir-akhir ini sering muncul isu terorisme, radikalisme, dan fundamentalisme dalam ajaran agama yang bisa membuat masyarakat di berbagai wilayah menjadi resah. Berbagai aktivis HAM memberikan wacana dan opini bahwa aksi teror, dan segala sesuatu yang bisa membuat masyarakat resah merupakan bentuk pelanggaran HAM, apalagi pelanggaran yang dilakukan atas nama Tuhan dan membela agama. Stigma masyarakat terhadap agama semakin buruk, banyak dikalangan masyarakat enggan belajar agama dengan dalih takut menjadi orang yang radikal dan fundamental. Bagi mereka, lebih baik awam beragama, dari pada faham agama tapi bisa meresahkan masyarakat disekitarnya. Tidak kalah pula, banyak cendikiawan dan para aktivis agama menyuarakan bahwa agamanya yang mereka anut belum tentu benar, maka banyak kalangan dari mereka menyatakan bahwa yang bisa menyalahkan (mengkafirkan) keyakinan orang lain hanyalah Tuhan, sedangkan manusia tidak punya hak untuk menyalahkan keyakinan orang lain.

Ungkapan yang mereka gembar-gemborkan itu punya niatan yang baik, tapi yang baik itu belum tentu benar. Justru yang menjadi pertanyaan, apabila masing-masing agama melepas klaim kebenaran dan menyuarakan toleransi yang berlebihan kepada orang lain akan terjamin perang dan konflik antar agama tidak akan timbul, atau malah dengan dilepasnya klaim kebenaran pada masing-masing agama dan diusungnya toleransi yang berlebihan justru akan menyebabkan konflik yang lebih berbahaya dari pada masing-masing orang meyakini kebebenaran pada agamanya? Pertanyaan inilah yang belum terjawab oleh para aktivis-aktivis HAM, dan orang-orang menyuarakan opini toleransi agama. Menurut hemat kebanyakan orang, apabila suatu teori atau wacana belum bisa memberikan solusi yang pasti, seharusnya tidak terburu-buru untuk disebarkan kepada kalangan umum. Apabila pendapat ini disamapaikan kepada masyarakat umum justru akan menimbulkan perpecahan pada masyarakat karena belum bisa secara pasti memberikan solusi yang pasti.

Bagaimana konsep truth claim dan toleransi dalam agama islam?
Apakah konsep toleransi yang dipegang umat islam sama seperti yang dipegang oleh masyarakat Barat yang cenderung bersifat permissive dan inklusive terhadap agama lain?

Secara terang dan gamblang, umat islam menyatakan bahwa agama islamlah yang benar tidak ada agama yang benar selain islam sebagaimana yang tertera pada surat Ali Imran ayat 3 yang berbunyi: "Innaddina 'inda Allahi Al Islam". Yang kurang lebih diartikan: "Sesungguhnya agama yang berada di sisi Allah hanyalah islam".  Kemudian ada ayat yang lain intinya menjelaskan apabila ada seseorang yang beragama selain islam, maka kelak di akherat termasuk orang yang merugi, serta pada surat Al Ikhlas ayat 1-3 berbunyi:"Qul Huwallahu Ahad (1) Allahu As Shamad (2) Lam Yalid wa Lam Yuulad wa Lam Yaqullahu Kufuwan Ahad (3)"Artinya:"Katakanlah, Allah itu Esa (1) Allah tempat bergantung (2) Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Sehingga secara eksplisit umat islam tidak punya toleransi dalam masalah aqidah. Karena masalah aqidah merupakan masalah hubungan seseorang dengan Allah, dan manusia tidak punya kewenangan untuk mengobrak-abrik masalah ketuhanan.

Kemudian dalam masalah dakwah apakah itu melanggar hak seseorang untuk beragama?padahal, dalam masalah keagamaan seseorang tidak diperbolehkan melakukan derifikasi terhadap orang lain.

Dalam masalah dakwah, islam tidak mengenal pemaksaan dalam agama sebagaimana Allah berfirman: Tidak ada paksaan untuk  agama ; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut  dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 256). Dari ayat tersebut islam tidak memaksakan keyakinan sesesorang. Dan inilah sifat toleransi yang diangkat oleh agama islam, justru orang yang memaksakan faham pluralisme itulah yang tidak menjunjung asas toleransi agama. Islam memberikan kesempatan yang luas bagi agama lain untuk mempunyai klaim kebenaran agama, malah islam sendiri lebih setuju apabila agama lain membenarkan agama untuk pengikutnya. perlu dijelaskan pula, masalah dalil menyangkut masalah keimanan, sehingga jika ada pendapat yang dibuat oleh manusia, dan ada dalil yang berasal dari Allah, maka sudah selayaknya bagi umat islam untuk lebih mempercayai apa yang diturunkan oleh Allah. Hal itu tidak bisa diganggu gugat, dan bersifat mutlak.


Kemudian dalam masalah muammalah (hubungan manusia dengan manusia) islam memperbolehkan umat islam bekerja dengan orang non muslim, seperi jual-beli, gadai, sewa barang, dll. Berdasarkan sejarah Toleransi agama islam ditunjukkan dengan adanya Piagam Madinah, tidak mewajibkannya kafir dizimmi berjuhad jika ia membayar jizyah, kemudian Rasul pernah berhutang gandum kepada orang yahudi dengan menggadaikan baju besi yang ia miliki, Ketika perang dengan orang muslim tidak diperbolehkan menghancurkan rumah, meyerang orang tua dan anak kecil, dan masih banyak sifat toleransi dalam hal muammalah yang dijunjung tinggi oleh umat islam.


Jadi, tidak layak bagi umat islam untuk berlebihan dalam masalah toleransi seperti ikut meryakan hari raya umat non muslim, mengikuti ritual-ritual mereka, dan membenarkan agama mereka. Itu semua tidak diperbolehkan, dan bagi orang yang melakukan hal itu bisa diklaim sebagai orang kafir. Wallahu a'lam bi as Shawab.
  























   

  



2 Komentar:

Pada 30 Agustus 2012 pukul 04.15 , Blogger Unknown mengatakan...

Pluralisme itu tidak dibenarkan...
Akan tetapi Pluralitas itu dibenarkan...
So yg terpenting adalah saling menghormati keyakinan kita masing-masing yang terpenting "LAKUM DIINUKUM WA LIYADIIN"

 
Pada 18 Agustus 2018 pukul 05.58 , Blogger ayy mengatakan...

Tulisannya agak sulit dibaca dikarenakan kurangnya pemakaian tanda baca.

tapi isi tulisan ini bagus.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda