Kontroversi Film Tanda Tanya
Film
“?” (baca: tanda tanya) adalah karya dari seorang sutradara muda yang berasal
dari Yogyakarta yang bernama Hanung Bramantyo. Sebelum membuat film ini Hanung
telah membuat beberapa film yang bernuansa religi diantaranya, PBS (Perempuan
Berkalung Sorban), 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Ayat-Ayat Cinta, dan Sang Pencerah.
Banyak
pemuda-pemudi yang tertarik dengan film-film buatan Hanung. Begitu filmnya
muncul di layar lebar, mereka berbondong-bondong untuk menonton film tersebut.
Tidak mengherankan jika film-film tersebut mendapatkan perhatian dari
orang-orang. Bagi orang-orang awam film tersebut menggambarkan pesan ideal yang
ada pada ajaran agama islam, dan juga film tersebut mengajak kepada masyarakat
agar masyarakat bisa menjalankan kehidupan sesuai dengan apa yang ditampilkan
oleh film tersebut.
Yang
mengherankan, ternyata tidak semua orang simpatik dengan film-film buatan
Hanung, ada beberapa kalangan dari kelompok masyarakat dan individu yang
apatis, menghujat, bahkan ada beberapa yang melebeli film buatan Hanung sebagai
film yang bernuansa kekafiran dan pemurtadan. Tokoh-tokoh dari MUI,
Muhammadiyah, NU, Sastrawan, dan Mahasiswa memprotes peredaran film tersebut ke
layar kaca pemirsa. Hanung juga sempat beberapa kali mendapat teguran, cacian,
dan makian dari masyarakat tetapi ia tetap teguh pada pendiriannya, bahwa apa
yang disampaikan oleh masyarakat itu hanyalah angin lalu yang tidak perlu untuk
ditanggapi, seperti pepatah yang mengatakan: “Anjing menggonggong, khafilah
berlalu”. Baginya pula, komentar apa pun yang terlontar oleh masyarakat adalah
usaha dari beberapa kalangan yang tidak suka dengannya agar bisa melemahkan
semangatnya dalam menekuni bidang perfilman, apalagi filmnya saat ini
laris-manis di tonton oleh masyarakat muslim di Indonesia.
Film
“?” merupakan film yang peling kental dengan cacian dan makian dari masyarakat.
Film ini dibintangi oleh Reza Rahadian (Sholeh), Revalina. S Temat (Menuk), Agus
Kuncuro (Surya), Endita (Rika), Rio Dewantoro (Ping Hen), David Khalik (Ustadz
Wahyu), dan Hengky Sulaiman (Ayah dari Ping Hen).
Film
“?” menceritakan tokoh Sholeh yang sangat sulit mencari pekerjaan di kota
Semarang, Menuk (istri Sholeh) yang merasa nyaman bekerja di Restoran Cina yang
menjual beberapa makanan haram yang diharamkan oleh agama islam, Surya yang
bosan bekerja sebagai pemeran pembantu di setiap film, Rika yang murtad dari
ajaran agama islam, karena dicerai oleh suaminya yang berpoligami, Ustadz Wahyu
sebagai seorang dai yang disegani dikampungnya, Ping Hen yang sakit hati dengan
Menuk karena ia lebih memilih menikah dengan Sholeh dari pada dengannya karena
berbeda agama, dan Tat Kat Sun adalah pemilik restoran Cina yang pada akhirnya
meninggal akibat pemukulan yang dilakukan oleh warga muslim pada saat hari raya
Idul Fitri.
Adapun
bagian/adegan film ini yang menjadi
sasaran kritik yaitu:
1. Pada awal pembukaan terjadi penusukkan
terhadap seorang Pastor, peristiwa tersebut seakan-akan menggiring pemirsa
seolah pemeluk agama tertentu yang melakukannya. Secara tidak langsung, film
tersebut menjelaskan bahwa pemeluk agama islamlah yang melakukan pembunuhan
tersebut karena menagcu pada peristiwa di Ciketing Bekasi pada tahun 2010,
dimana seorang Pendeta HKBP ditusuk pemuda islam setelah sebelumnya mereka
diprovokasi jemaat HKBP Ciketing.
2. Rika
yang murtad dari agama islam ke agama kristen karena berfikir melakukan suatu
pilihan hidup yang terbaik. Baginya meninggalkan agama bukan berarti
menghianati Tuhan. Pada awalnya, orang tua dan anak-anaknya keberatan dengan
murtadnya Rika, tetapi lama-kelamaan orang tua dan anaknya setuju dengan hal
itu.
Dalam
ajaran agama islam, masalah muslim, kafir, fasiq, dan murtad adalah persoalan
yang penting dan berkaitan dengan surga dan neraka. Maka, dalam mengajarkan hal
ini tidak bisa main-main. Seseorang yang murtad bukan permasalahan yang sepele,
melainkan sesuatu yang sangat serius karena berhubungan konsekuensi di dunia
dan akherat. Hukuman di dunia bagi orang yang murtad adalah dibunuh, sedangkan
hukumanya di akherat adalah dimasukan ke dalam neraka.
3. Muslimah
berjilbab, Menuk yang merasa nyaman bekerja di Restoran Cina milik Tat Kat Sun
dimana restoran tersebut menyajikan makanan yang diharamkan oleh islam seperti
daging babi. Adanya adegan ini, seolah makanan babi tidak menjadi permasalahan
penting, padahal dalam Al-Quran sudah dijelaskan bahwa babi itu haram untuk
dikonsumsi. Orang islam yang tidak mengkonsumsi, namun membuatkan dan
menyajikan babi juga dilarang dalam ajaran agama islam karena seolah mendukung
daging babi agar bisa dikonsumsi oleh orang lain.
4. Seorang
tokoh figuran yang beragama islam dan kebetulan tinggal di masjid yang bernama
Surya, dibujuk oleh Rika yang murtad dari agama islam agar bersedia berperan
sebagai Yesus di Gereja pada saat perayaan Paskah. Sebelum ia memerankan tokoh
Yesus, ia berkonsultasi dengan seorang ustadz yang bernama Wahyu, dan ustadz
tersebut mengatakan bahwa boleh menjalankan hal apa pun yang penting hati tetap
beriman kepada Allah SWT.
Yang
menakjubkan setelah memerankan Yesus pada saat perayaan Paskah, Surya masuk ke
masjid dan melalafalkan Surat Al-Ikhlas. Tindakan Surya jelas tidak dibenarkan
oleh islam, ia dianggap tidak konsisten terhadap ajaran agama islam, walaupun
itu hanya sebatas perayaan biasa, namun itu merupakan suatu kebiasaan yang
menyangkut ritual keagamaan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang meniru
suatu kaum, maka ia termasuk di dalamnya”. Maka berdasarkan hujah dari hadist
ini tidak diperbolehkan mengikuti tradisi, atau kebudayaan orang-orang non
muslim.
Pernyataan
dari Ustadz Wahyu juga perlu dipertanyakan, jika orang muslim melakukan hal
apapun, asalkan ia tetap beriman kepada Allah, maka hal tersebut diperbolehkan
dalam islam. Harusnya apa yang tampak secara fisik itu mencerminkan apa yang
ada di dalam hati seseorang. Apabila ada orang yang suka pergi ke gereja, maka
dapat dipastikan ia percaya terhadap ajaran agama protestan atau katolik,
begitu pula jika ada orang yang pergi ke masjid, maka ia dianggap percaya
dengan ajaran agama islam.
Pernyataan
ini merupakan pernyataan yang sesat, dimana pendapat ini adalah pendapat sekte
sesat Murjiah yang mana salah satu ajarannya adalah diperbolehkan berbuat apa saja
(termasuk kafir secara lisan), namun hatinya tetap beriman kepada Allah.
Seharusnya, antara iman dan amal itu saling terkait, tidak terpisah
sendiri-sendiri. Apabila seseorang mengaku beriman secara lisan kepada Allah,
maka ia harus melakukan syariat-syariat islam, namun apabila ada yang beriman
kepada Allah, tapi tidak menjalankan syariat islam, atau ia tidak beriman
tetapi ia melaksanakan syariat islam, ia tidak bisa disebut muslim karena
antara iman dan amal itu saling terkait.
Tindakan
Surya membaca Surat Al-Ikhlas untuk memantapkan hatinya dalam memeluka agama
islam setelah memerankan tokoh Yesus pada perayaan Paskah, juga bukan suatu
jaminan bahwa ia adalah orang yang teguh dalam mengamalkan ajaran agama islam.
Buktinya ia masuk ke gereja untuk melakukan peran Yesus pada saat paskah yang
justru mengusung paham trinitas, padahal jelas dalam Surat Al-Ikhals yang
dibaca Surya menafikan konsep Trinitas yang dijunjung pada saat Paskah. Bisa
disimpulkan bahwa film ini secara tidak langsung mendukung faham trinitas
secara terangan-terangan.
5. Pada
saat satu setelah hari Raya Idul Fitri Sholeh dan teman-temannya menyerbu
restoran Tat Kat Sun karena tidak memberikan hari libur kepada para
karyawannya. Sangat janggal, harusnya di hari yang sangat mulia tersebut,
dimana antara satu muslim dengan muslim yang lain saling bermaafan dan
bersilaturahmi, dalam film tersebut malah umat islam melakukan tindakan anarkis
yang pada akhirnya menyebabkan pemilik restoran tersebut meninggal.
6. Banser
(Barisan Ansor Serbaguna) NU pada film tersebut diidentikan dengan tempat
penampungan bagi orang-orang yang menganggur, dalam film tersebut juga
diceritakan bahwa Sholeh menggabungkan diri dengan Banser karena ingin
mendapatkan upah. Padahal Banser itu adalah persatuan pemuda yang berjuang demi
kepentingan agama, negara, dan masyarakat, sedangkan masalah ada atau tidaknya
upah itu urusan belakang.
7. Pada
akhir cerita, Sholeh melakukan tindakan bunuh diri karena ingin mendapatkan
rasa simpatik dari isterinya, yang mana sebelumnya ia bertengkar dengan
isterinya karena ia melakukan tindakan kekerasan kepada Tat Kat Sun. Sebelum
Sholeh bunuh diri ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini sangat
bertentangan dengan islam karena islam sangat mencela bunuh diri, siapa yang
melakukan bunuh diri maka ia akan dimasukan ke dalam neraka.
8. Yang
terakhir, film ini sarat dengan nuansa pluralisme agama. Pada akhir film ada
beberapa bait yang menujukkan bahwa semua agama itu pada intinya menuju pada
satu Tuhan dan semuanya menuju pada kebaikan. Perlu ditegaskan disini bahwa,
islam adalah agama yang diterima di sisi Allah. Tiada agama yang Haq selain
islam. Siapa yang memilih agama maka ia dijanjikan masuk surga, siapa yang
memilih kafir maka baginya adalah neraka.
Adapun
bait yang dilontarkan adalah sebagai berikut:
“Manusia
tidak hidup sendirian di dunia ini.
Dia memilih jalan setapak masing-masing.
Semua jalan setapak itu berbeda-beda,
Namun menuju satu jalan yang sama
Dan satu tujuan yang sama yaitu Tuhan.”
Adapun
beberapa statment miring dari tokoh-tokoh islam diantaranya:
1.
K.H Kholil
Ridwan ketua MUI Pusat Bidang Budaya mengatakan: “Film ‘Tanda Tanya’ Hanung
Sebarkan Faham Haram dan Sesat”.
Usai menonton film itu di Jakarta, K.H Kholil
berpendapat:“Film ini jelas menyebarkan
ini jelas menyebarkan faham pluralisme agama yang telah difatwakan sebagai
faham yang salah dan haram bagi umat islam untuk memeluknya.”
Indakasi faham pluralisme sangat tampak, menurutnya,
terlihat dalam narasi bagian awal, “Semua
jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama: mencari satu
hal yang sama dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.”
K.H Kholil juga menambahkan bahwa sudut pandang yang
dipakai Hanung adalah sudut pandang orang yang netral akan agama sehingga
sangat jelas ia mendukung agama manapun asalkan tidak ada unsur kekerasan, “Cara pandang seperti ini menunjukan bahwa
pembuat film ini berdiri pada perspektif bukan sebagai orang muslim, tetapi
sebagai seorang yang netral agama, yang memandang semua agama adalah menyembah
Tuhan yang sama.”
Selain itu, papar K.H Kholil, cara
pandang pembuat film ini juga bertentangan dengan cara pandang Nabi Muhammad
SAW, “Saat Rasulullah SAW diutus
(menyampaikan wahyu) sudah ada orang-orang Yahudi, Nasrani, Majusi, dan kaum
Musyrik Arab. Tapi Nabi menyeru mereka semua agar kembali pada prisnsip yang
sama (Kalimatin Sawa), yaitu prinsip Tauhid hanya menyembah Allah semata.”
Ia mengutip Surat Ali Imran: 64, Maryam: 88-91, Al-Maidah: 73, dan Al-Shaff:
6).
K.H Kholil juga menyayangkan para
pembuat film tanda tanya yang tidak mau menggunakan agama sebagai pijakan dasar
dalam pembuatan film, “Sangat aneh jika
seseorang mengaku beragama islam, tetapi melihat agama-agama lain selain islam
bukan, bukan dari kacamata Al-Quran, tetapi dari kacamata netral agama.”
Kritiknya.
Dalama pandangan aqidah, lanjut K.H
Kholil, film ini sama sekali tidak bisa dibenarkan.
“Film
ini mencampur adukkan dan mengacaukan konsep toleransi dan kerukunan dengan
konsep ‘Pluralisme’ dalam hal teologis.” Kecamnya. “Toleransi tetap bisa terjalin tanpa harus mengorbankan keyakinan agama
masing-masing, karena kerukunan umat beragama dapat terwujud bila masing-masing
pemeluk agama tetap pada klaimnya masing-masing.” Imbuhnya.
Setelah
mengamati dan mengkritisi dengan cermat, K.H Kholil menyarankan agar para
pembuat film ini belajar agama islam dengan sungguh-sungguh, dengan belajar
islam secara sungguh-sungguh maka akan tahu mana yang haq dan mana yang bathil.
“Saya
menyarankan agar Saudara Hanung sebaiknya mengaji yang baik, dan dengan
sukarela menyatakan bahwa filmnya memeng keliru dan mengelirukan. Imbaunya. “Lebih baik lagi, film ini ditarik dari
peredaran” pungkasnya.
2. D.R
Adian Husaini: “Film Hanung Kampanye Pluralisme yang Vulgar”
Menurutnya, film ini jelas-jelas sebuah
kampanye pluralisme yang vulgar.
“Jelas
kampanye pluralisme, malah pluralisme yang vulgar.”
Ujarnya.
Peneliti pemikiran islam ini menambahkan
bahwa orang kafir dan murtad itu masalah serius dan tidak boleh ditanggapi
secara main-main, serta bukan permasalahan yang sepele.
“Setelah
saya melihat traliler film ini yang lebih dahulu disebarkan di You Tube, hingga
menonton langsung filmnya malam ini,
jelas sekali, film ini sangat merusak, berelebihan, dan melampaui batas”
Menurut penulis buku ‘Wajah Peradaban
Barat’ ini, film tanda tanya niatan awalnya ingin menunjukkan toleransi agama
yang ideal bagi masyarakat, tetapi pada akhirnya malah memberi cap buruk pada
agama islam. Misalnya kasus penusukkan Pastor, mengebom gereja, pengeroyokan
restoran Cina. Semuanya dijadikan Sterotype bagi agama islam. Kasus pemurtadan
juga dianggap sebagai hal yang lumrah, dan semua agama dianggap sama-sama
menuju pada Tuhan.
“Dalam
film ini, dibuat seolah orang keluar dari agama islam itu sesuatu yang biasa
saja.”
Menurut Adian, semua yang digambarkan
Hanung dalam film tersebut jelas faham Pluralisme yang sangat ditentang dalam
islam. Sebab kerukunan itu, kata Adian, bisa diwujudkan tanpa mengorbankan
keyakinan masing-masing.
“Sangat
disayangkan film seperti ini disebarluaskan. Ini bukan menumbuhkan kerukunan,
malah merusak kerukunan itu sendiri”
Atas nama Pluralisme, semuanya dirusak
dengan cara berlebihan. Padahal tidak mungkin semua agama dihilangkan kalim
kebenaran. Padahal selama ini tidak ada masalah. Jadi film ini sangat
berbahaya.
Adian juga mempertanyakan, “Apa sih yang mau dicapai dengan tontonan
seperti ini?”
Padahal jelas sekali dalam islam, ada
tauhid, ada syirik, ada iman, dan ada kufur. Batas-batas itu harus dipegang.
Kalau produser, penulis, pemain dan sutradara mengaku dirinya muslim,
seharusnya mereka menjaga batas-batas keimanannya.
Kapan ia ia memegang keyakinannya, dan
kapan pula ia harus menjaga kerukunan dengan orang lain.
“Jadi
film ini salah kaprah dan berlebihan yang justru merugikan kerukunan umat
beragama sendiri.”
Lebih lanjut, ia berharap Hanung memang
sedang tidak sadar dengan kekeliruannya.
“Saya
berharap ia (Hanung) tidak sadar dan keliru. Dan bertaubat, mohon ampun kepada
Allah itu hal yang baik dari pada mempertahankan sesuatu yang salah.”
Tulisan
diatas dibuat bukan berdasarkan rasa iri, benci, dan dengki, melainkan
berangkat dari kekhawatiran penulis melihat banyaknya film-film yang bernuansa
religi, namun pada dasarnya terdapat beberapa kekeliruan yang sangat berbahaya
apabila dibiarkan menyebar ke layar kaca tanpa adanya proses penyadaran
seseorang.
Manusia
adalah tempatnya salah dan lupa, maka ketika ada masukkan atau kritikkan yang
mendorong diri untuk maju, hendaknya diterima dengan bijak dan hati yang
lapang. Bukanlah suatu keburukan jika seseorang dikritik, kemudian ia
mengevalusi kekurangan yang ada serta berusaha memperbaiki diri dengan kritikan
tersebut.
Sebagai
penutup, di era globalisasi ini, umat islam harus berhati-hati terhadap
berbagai macam hiburan yang menyenangkan tetapi jika diperhatikan dengan
seksama, justru penyesatanlah yang didapat. Kesesatan di bungkus dengan humor,
perjuangan keras, pengorbanan, cinta , dll. Padahal pada kesemuanya itu
terdapat sesuatu yang sangat serius dan tidak bisa ditanggapi dengan gurauan
atau candaan. Maka, sebagai umat isam yang percaya dengan rukun iman, wajib
berpegang teguh pada Al-Quran dan Al-Sunnah. Jika umat islam berpegang teguh
pada dua hal tersebut, niscaya mereka tidak akan tersesat walaupun zaman
senantiasa berubah dari waktu ke waktu.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda