Senin, 09 Oktober 2023

Meluruskan Niat Menikah

 



Meluruskan Niat Menikah

Tiap orang yang ingin menikah mesti memiliki tujuan di balik keputusannya tersebut. Bagi sebagian orang, menikah merupakan sarana untuk menghindari hubungan seksual di luar nikah (perzinaan). Secara tidak langsung mereka yang menikah atas dasar pemikiran seperti ini hendak menyatakan bahwa menikah tak lebih dari persoalan pemuasan kebutuhan biologis semata. Ada pula yang menikah karena alasan finansial seperti mendapatkan kehidupan yang lebih layak, atau mengikuti arus semata.

Sebagian lain menikah karena tak dapat menolak desakan keluarga atau terpaksa mengikuti karena berbagai alasan lain. Sebagai bagian dari ibadah, pernikahan dalam Islam adalah media pengharapan untuk segala kebaikan dan kemaslahatan. Atas harapan ini, ia sering disebut sebagai ibadah dan sunnah. Untuk itu, pernikahan harus didasarkan pada visi spiritual sekaligus material. Visi inilah yang disebut Nabi Saw sebagai ‘din ’, untuk mengimbangi keinginan rendah pernikahan yang hanya sekedar perbaikan status keluarga (hasab), perolehan harta (mal), atau kepuasan biologis (jamal). Tujuan dan visi pernikahan ini terekam dalam sebuah teks hadis berikut ini: Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw, bersabda: “Seorang perempuan biasanya dinikahi karena empat hal; hartanya,statusnya, kecantikannya, dan agama (din)-nya. Maka pilihlah perempuan yang memiliki din agar kamu terbebas dari persoalan.” (HR. Bukhari).

Walaupun redaksi hadis ini berbicara tentang daya tarik perempuan yang hendak dinikahi, akan tetapi karakteristik dan daya tarik tersebut juga dapat diterapkan kepada pria. Dengan demikian, muara dari teks hadis ini adalah soal empat faktor yang menjadi motivasi pernikahan yaitu: harta, status sosial, keinginan biologis, dan din atau agama. Dalam konteks hadis ini, kata din adalah keimanan kepada Allah Swt yang dapat membentuk kepribadian yang stabil dalam segala keadaan. Jiwa yang tangguh, percaya diri, rendah hati, dan sabar. Dalam konteks Din sebagai ibadah ritual sehari-hari mulai dari ibadah wajib semisal salat, zakat, puasa, haji, hingga zikir harian, maka din tersebut menjadi media penguatan kepribadian yang dimaksud.

Kata Din ini juga bisa diartikan sebagai komitmen moral akan nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan dalam berkeluarga. Komitmen ini yang akan menjadi pondasi dalam mengarungi kehidupan keluarga yang mungkin akan menghadapi berbagai gejolak dan masalah di kemudian hari. Jika dikaitkan dengan QS. ArRum/30:21, maka din adalah komitmen dua calon mempelai untuk selalu menghadirkan ketentraman (sakinah) dan menghidupkan cinta kasih dalam berumah tangga (mawaddah wa rahmah). Visi mawaddah wa rahmah (ketentraman batin dan cinta kasih) ini harus menjadi niat yang paling fundamental.

Oleh karena itu, pasangan yang hendak menikah seharusnya kembali memeriksa niat masing-masing, membetulkan dan meluruskan niat agar pernikahan yang dilakukan tidak hanya bersifat pelampiasan kebutuhan biologis semata, tapi juga merupakan ibadah karena Allah SWT. Pasangan yang meluruskan niatnya untuk menikah karena Allah semata diharapkan akan memahami bahwa visi pernikahan yang memberikan ketentraman pada diri dan keluarga serta penuh cinta kasih tersebut, tidak akan dapat dicapai tanpa komitmen bersama menjaga diri dan pasangan untuk berbuat aniaya. Tanpa pemahaman yang benar akan esensi pernikahan dan dilandaskan pada niat yang tulus karena Allah SWT, potensi tindakan aniaya kepada pasangan menjadi semakin besar.

Misalnya, jika pernikahan tersebut hanya dilandaskan pada keinginan menghalalkan pelampiasan kebutuhan biologis, maka penurunan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat mengarah kepada tindakan negatif dan juga merusak. Perselingkuhan dan pernikahan kedua (poligami) tanpa sepengetahuan istri pertama dan dilakukan secara sembunyi menjadi contoh kasus yang kerap diawali oleh hal ini. Tindakan ini bukan hanya menghancurkan hubungan pernikahan yang telah dibina, tapi juga melukai pasangan dan berpotensi merusak kondisi kejiwaan anak di masa yang akan datang.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa hanya dengan meluruskan niat yang dimulai dengan instropeksi ke niat masingmasing, maka sebuah pernikahan dapat menghadirkan kebaikan kepada pasangan yang hendak menikah dan juga menjadi aktivitas yang bernilai ibadah.

Sumber rujukan:

Halaman 24-26 Buku Fondasi Keluarga Sakinah (Bacaan Mandiri Calon Pengantin) Penulis Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI tahun 2017.

Edisi Ketiga belas

#penyuluhanagamaislam

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda