Meluruskan Niat Menikah
Meluruskan
Niat Menikah
Tiap
orang yang ingin menikah mesti memiliki tujuan di balik keputusannya tersebut.
Bagi sebagian orang, menikah merupakan sarana untuk menghindari hubungan
seksual di luar nikah (perzinaan). Secara tidak langsung mereka yang menikah
atas dasar pemikiran seperti ini hendak menyatakan bahwa menikah tak lebih dari
persoalan pemuasan kebutuhan biologis semata. Ada pula yang menikah karena
alasan finansial seperti mendapatkan kehidupan yang lebih layak, atau mengikuti
arus semata.
Sebagian
lain menikah karena tak dapat menolak desakan keluarga atau terpaksa mengikuti
karena berbagai alasan lain. Sebagai bagian dari ibadah, pernikahan dalam Islam
adalah media pengharapan untuk segala kebaikan dan kemaslahatan. Atas harapan
ini, ia sering disebut sebagai ibadah dan sunnah. Untuk itu, pernikahan harus
didasarkan pada visi spiritual sekaligus material. Visi inilah yang disebut
Nabi Saw sebagai ‘din ’, untuk mengimbangi keinginan rendah pernikahan yang
hanya sekedar perbaikan status keluarga (hasab), perolehan harta (mal), atau
kepuasan biologis (jamal). Tujuan dan visi pernikahan ini terekam dalam sebuah
teks hadis berikut ini: Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw, bersabda: “Seorang
perempuan biasanya dinikahi karena empat hal; hartanya,statusnya,
kecantikannya, dan agama (din)-nya. Maka pilihlah perempuan yang memiliki din
agar kamu terbebas dari persoalan.” (HR. Bukhari).
Walaupun
redaksi hadis ini berbicara tentang daya tarik perempuan yang hendak dinikahi,
akan tetapi karakteristik dan daya tarik tersebut juga dapat diterapkan kepada
pria. Dengan demikian, muara dari teks hadis ini adalah soal empat faktor yang
menjadi motivasi pernikahan yaitu: harta, status sosial, keinginan biologis,
dan din atau agama. Dalam konteks hadis ini, kata din adalah keimanan kepada
Allah Swt yang dapat membentuk kepribadian yang stabil dalam segala keadaan.
Jiwa yang tangguh, percaya diri, rendah hati, dan sabar. Dalam konteks Din
sebagai ibadah ritual sehari-hari mulai dari ibadah wajib semisal salat, zakat,
puasa, haji, hingga zikir harian, maka din tersebut menjadi media penguatan
kepribadian yang dimaksud.
Kata Din ini juga bisa diartikan sebagai komitmen moral
akan nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan dalam berkeluarga. Komitmen ini yang
akan menjadi pondasi dalam mengarungi kehidupan keluarga yang mungkin akan
menghadapi berbagai gejolak dan masalah di kemudian hari. Jika dikaitkan dengan
QS. ArRum/30:21, maka din adalah komitmen dua calon mempelai untuk selalu
menghadirkan ketentraman (sakinah) dan menghidupkan cinta kasih dalam berumah
tangga (mawaddah wa rahmah). Visi mawaddah wa rahmah (ketentraman batin dan
cinta kasih) ini harus menjadi niat yang paling fundamental.
Oleh karena itu, pasangan yang
hendak menikah seharusnya kembali memeriksa niat masing-masing, membetulkan dan
meluruskan niat agar pernikahan yang dilakukan tidak hanya bersifat pelampiasan
kebutuhan biologis semata, tapi juga merupakan ibadah karena Allah SWT.
Pasangan yang meluruskan niatnya untuk menikah karena Allah semata diharapkan
akan memahami bahwa visi pernikahan yang memberikan ketentraman pada diri dan
keluarga serta penuh cinta kasih tersebut, tidak akan dapat dicapai tanpa
komitmen bersama menjaga diri dan pasangan untuk berbuat aniaya. Tanpa
pemahaman yang benar akan esensi pernikahan dan dilandaskan pada niat yang
tulus karena Allah SWT, potensi tindakan aniaya kepada pasangan menjadi semakin
besar.
Misalnya, jika pernikahan
tersebut hanya dilandaskan pada keinginan menghalalkan pelampiasan kebutuhan
biologis, maka penurunan pemenuhan kebutuhan tersebut dapat mengarah kepada
tindakan negatif dan juga merusak. Perselingkuhan dan pernikahan kedua
(poligami) tanpa sepengetahuan istri pertama dan dilakukan secara sembunyi
menjadi contoh kasus yang kerap diawali oleh hal ini. Tindakan ini bukan hanya
menghancurkan hubungan pernikahan yang telah dibina, tapi juga melukai pasangan
dan berpotensi merusak kondisi kejiwaan anak di masa yang akan datang.
Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa hanya dengan meluruskan niat yang dimulai dengan instropeksi
ke niat masingmasing, maka sebuah pernikahan dapat menghadirkan kebaikan kepada
pasangan yang hendak menikah dan juga menjadi aktivitas yang bernilai ibadah.
Sumber rujukan:
Halaman 24-26 Buku Fondasi
Keluarga Sakinah (Bacaan Mandiri Calon Pengantin) Penulis Subdit Bina Keluarga
Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag
RI tahun 2017.
Edisi Ketiga belas
#penyuluhanagamaislam
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda