7 macam kondisi perkawinan
7 macam kondisi perkawinan, yakni:
1. Kedekatan Emosi + Gairah + Komitmen
Ini adalah kondisi yang ideal dan dapat menciptakan kondisi sakinah mawaddah wa rahmah bagi pasangan suami istri.
2. Gairah + Komitmen – Kedekatan Emosi
Dalam kondisi ini, pasangan suami-istri sulit mendapatkan ketentraman hati. Ini karena kebutuhannya untuk memiliki pasangan jiwa tidak terpenuhi. Akibatnya, salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak bahagia.
3. Komitmen + Kedekatan Emosi – Gairah
Tanpa gairah, kebutuhan seksual pasangan suami istri tidak akan terpenuhi, walaupun mereka memiliki komitmen hubungan yang kuat, dan saling memahami. Padahal kebutuhan seksual tak dapat diingkari bagi individu yang sehat. Apabila kebutuhan ini tak terpenuhi, cepat atau lambat ia akan cenderung mencari pemenuhan di luar hubungan pasangan suami-istri.
4. Kedekatan Emosi + Gairah – Komitmen
Bentuk hubungan seperti ini biasanya muncul pada saat pasangan sedang jatuh cinta. Perasaan yang menggebu gebu mendominasi, sementara komitmen belum kuat. Tanpa komitmen, itikad kedua belah pihak tidak bisa dijamin. Karena itu bentuk hubungan ini tidak langgeng.
5. Kedekatan Emosi - Gairah – Komitmen
Bila yang dimiliki oleh pasangan suami-istri hanya kedekatan emosi, tetapi tidak ada gairah maupun komitmen di antara keduanya, maka bentuk hubungannya lebih mirip dengan persahabatan. Pasangan merasa nyaman, tapi tidak bisa mendapatkan kepuasan seksual dan jaminan jangka panjang.
6. Gairah - Komitmen – Kedekatan Emosi
Gairah yang tinggi tanpa komitmen dan kedekatan emosi akan membuat hubungan yang tercipta menjadi hubungan yang sifatnya fisik belaka. Padahal untuk hubungan jangka panjang dibutuhkan komitmen yang tinggi.
7. Komitmen - Kedekatan Emosi – Gairah
Komitmen pasangan suami-istri adalah bentuk penghormatan kepada perjanjian kokoh (mitsaaqan ghalidhan) di mata Allah SWT. Tetapi tanpa kedekatan emosi dan gairah, hubungan yang terwujud adalah hubungan yang kering atau cinta hampa (empty love). Kondisi ini rawan menyebabkan pasangan suami-istri terjebak perselingkuhan, baik fisik maupun psikologis.
Keseimbangan antara ketiga
komponen ini tentu saja tidak kaku. Ada dinamika yang berubah-ubah, mengikuti
dinamika perkembangan perkawinan. Suatu saat, mungkin saja satu komponen akan
terasa lemah. Apalagi bila keluarga atau pasangan suami-istri sedang berada
pada kondisi tertentu, seperti hidup terpisah sementara karena tugas pekerjaan,
atau salah satu pasangan mengalami sakit kronis.
Dalam kondisi seperti itu,
pasangan suami-istri perlu mengingat bahwa komitmen perkawinan kita bukan hanya
kepada pasangan tetapi juga kepada Allah SWT sebagai sebuah perjanjian yang
kokoh. Sikap saling memahami dan saling memberi kepada pasangan akan
mengalahkan sikap menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya.
Sumber rujukan:
Halaman 44-45 Buku Fondasi
Keluarga Sakinah (Bacaan Mandiri Calon Pengantin) Penulis Subdit Bina Keluarga
Sakinah Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag
RI tahun 2017.
Edisi Dua Puluh Tiga
#penyuluhanagamaislam
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda