Jumat, 07 Februari 2014

Perkawinan Dibawah Umur



BAB I
PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan hal yang bukan main-main yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, undang-undang benar-benar mengatur siapa saja orang yang berhak memasuki jenjang perkawinan. melalui UUP No. 1 Tahun 1974, Hukum membatasi bolehnya melaksanakan perkawinan bagi calon suami istri yang sudah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Hal tersebut berarti bahwa perkawinan di bawah umur-umur tersebut dilarang kecuali ada penyimpangan yang sifatnya darurat. Undang-undang tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan rumah tangga akibat umur para calon mempelai yang masih terlalu dini yang notabene masih berjiwa labil dan juga untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka.
Dewasa ini, perkawinan bawah umur atau biasa disebut pernikahan dini bukan lagi hal yang asing. Bahkan seringkali terjadi akibat si pihak wanita sudah hamil duluan. Maka dalam keadaan yang seperti inilah, mereka dapat meminta dispensasi ke PA untuk digunakan sebagai pelengkap persyaratan nikah di KUA. Dan dalam hal ini, KUA yang akan menikahkan mereka setelah mereka melengkapi semua persyaratan yang ada.
Mengenai perkawinan di bawah umur ini, penyusun akan membahas seluk beluk mengenai pengertiannya baik dipandang dari hukum adat, BW, maupun UUP, prosedur pengajuan permohonan dispensasi nikah di pengadilan dan contoh-contoh suratnya.semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.






BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian
Perkawinan di bawah umur adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia yang dilaksanakan oleh calon suami dan atau istri yang usianya masih belum mencapai usia yang telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yakni  umur 19 tahun bagi pria dan umur 16 tahun bagi wanita. Istilah ini lebih sering dikenal masyarakat dengan sebutan perkawinan dini. 
Ketentuan usia perkawinan dilihat dari berbagai pandangan hukum, seperti:
a)   Usia Perkawinan Berdasarkan Hukum Adat
Dalam hukum adat ketentuan mengenai batas usia perkawinan tidak dinyatakan secara tegas karena mengingat hukum adat  adalah hukum asli bangsa Indonesia yang tidak tertulis yang disana-sini mengandung unsur keagamaan sehingga mengenai batas usia untuk melangsungkan perkawinan juga tidak tertulis. Setiap daerah mempunyai hukum adatnya masing-masing karena Negara Indonesia terdiri dari banyak suku, adat dan kebudayaan yang beraneka ragam. Daerah yang memegang teguh adatnya maka secara otomatis mereka dalam melangsungkan perkawinan, batas usia perkawinan ditentukan dengan hukum adat yang berlaku bagi mereka. Contohnya masyarakat Jawa dengan hukun adat jawanya, kaum pria dinyatakan pantas untuk kawin jika mereka sudah “Kuat Gawe” artinya mereka yang telah mampu berpenghasilan sendiri (sudah bekerja).

b)   Usia Perkawinan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer/BW)
Berdasarkan KUHPerdata , masing-masing pihak harus mencapai umur minimum yang ditentukan oleh Undang-undang (pasal 29 B.W). Batas minimum usia perkawianan bagi seorang pria adalah 18 tahun dan untuk wanita adalah 15 tahun, kecuali dengan dispensasi dari presiden, hal tersebut akan diberikan jika terdapat hal-hal yang bersifat mendesak. Alasan-alasan pada umumnya ialah apabila pihak istri sudah dalam keadaan hamil sebelum perkawianan.
c)    Usia Perkawinan Berdasarkan Hukum Islam
Dalam hukum islam untuk melaksanakan perkawianan tidak disebutkan dengan pasti, hanya disebutkan bahwa baik pria maupun wanita supaya sah melaksanakan akad-nikah harus sudah baligh( dewasa) dan mempunyai kecakapan sempurna. Ukuran baligh atau dewasa ini menurut pandangan Islam yaitu bagi pria ditandai dengan telah mengalami suatu mimpi basah dan bagi wanita ditandai dengan ia telah mestruasi atau datang bulan. Walupun hukum islam tidak menyebutkan secara pasti batas umur tertentu, ini tidak berarti bahwa hukum islam memperbolehkan untuk kawin pada umur muda karena ini menyangkut tujuan perkawinan yang hendak dicapai, jika perkwinan dilangsungkan menyimpang dari tujuan perkawinan maka perkawinan tersebut merupakan perkawinan yang dilarang.
d)   Usia Perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Di dalam UU No 1 tahun 1974 telah diatur tentang usia  yang diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan dan orang-orang yang dilarang untuk dinikahi yaitu sebagai berikut :
Pasal 6 :
(1)  Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2)  Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Pasal 7 :
(1)  Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
(2)  Dalam  hal penyimpangan  dalam ayat (1)  pasal ini  dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.[1]
Kompilasi Hukum Islam juga memuat yang kurang lebih sama. Pada pasal 15, KHI menyebutkan bahwa batas usia perkawinan sama seperti pasal 7 Undang-Undang Perkawinan. Demikian juga soal dispensasi itu bisa dibenarkan, yaitu untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga.[2]
Bagi seseorang yang akan menikah dan berusia di bawah usia 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tua, sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Apabila seorang laki-laki maupun perempuan akan melangsungkan perkawinan dan usianya masih di bawah umur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, maka harus mendapatkan dispensasi nikah bagi mereka dari Pengadilan Agama. [3]
Secara politis bunyi dari UU itu memiliki nilai-nilai yang positif demi menjaga kemaslahatan perkawinan itu,  misalnya bagi yang belum berusia 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua, batas usia minimal boleh kawin adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan dalam membina rumah tangga nantinya.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 ditetapkan ketentuan batas umur bagi calon suami isteri, yaitu pria umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun, Penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, maka perkawinan baru dapat dilakukan setelah mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama. Pencegahan perkawinan di bawah umur menurut ketentuan Undang-Undang Perkawinan antara lain dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami isteri dan keturunan, serta mengarah kepada kematangan jiwa / pemikiran. Menurut Satjipto Raharjo, dilihat dari proses perkembangan masyarakat menuju kepada masyarakat industri, Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Perkawinan patut dicatat sebagai suatu kemajuan yang pesat.[4]
Permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur diajukan oleh kedua orang tua pria maupun wanita kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum Pemohon. Dispensasi dari pengadilan diberikan karena memang benar-benar adanya keadaan memaksa (darurat) sehingga perkawinan harus segera dilangsungkan walaupun calon mempelai berada dibawah umur, misalnya wanita hamil sebelum perkawinan dilangsungkan / hamil di luar nikah. Dalam hal demikian, KUA selaku lembaga pencatatan perkawinan harus mengawinkan/menikahkan calon mempelai  yang berada dalam keadaan tersebut.   
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan dispensasi nikah, antara lain:
1.    Surat permohonan
2.    Fotocopy akta nikah orang tua sebagai pemohon yang bermaterai
3.    Surat pemberitahuan penolakan perkawinan dari KUA karena belum cukup umur
4.    Fotocopy akta kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan atau fotocopy ijazah yang sah yang bermaterai
Setelah menerima surat permohonan Dispensasi kawin, Pengadilan Agama memeriksa perkaranya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Memanggil pihak-pihak yang berperkara
2.    Memeriksa kebenaran alasan permohonan pemohon
3.    Memeriksa alat-alat bukti                
4.    Mendengarkan keterangan para saksi atau keluarga dekat
5.    Mempertimbangkan maslahat dan mudharat
6.    Mengadili dan memutus perkaranya
Permohonan dispensasi kawin adalah bersifat voluntair dan produk pengadilan berupa penetapan. Salinan penetapan ini dibuat dan diberikan kepada Pemohon untuk memenuhi persyaratan melangsungkan perkawinan. Jika pemohon tidak puas atas putusan pengadilan, maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke mahkamah agung.[5]
Salinan penetapan dispensasi nikah akan diserahkan kepada orang tua sebagai pemohon yang nantinya digunakan sebagai pelengkap persyaratan nikah bagi calon mempelai yang masih di bawah umur. Tanpa dispensasi tersebut, perkawinan anak yang masih di bawah umur 19 tahun bagi laki-laki dan umur 16 tahun bagi perempuan akan di tolak oleh PPN KUA.
Ø  Contoh Surat Permohonan Dispensasi Nikah di bawah umur

SURAT PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH
                                                                                    (Kabupaten/Kota), ... ............. 20..
Hal   :  Permohonan Dispensasi  Kawin                                                                             
Kepada Yth :
Ketua Pengadilan Agama..........
Di
          ....................

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m a                        : ……………….. bin …………….;
Tanggal lahir/umur      : ….. tahun;
Agama                         : Islam;
Pendidikan                  : ........ (Pendidikan Terakhir, bukan pendidikan yang sedang ditempuh 
                                  saat ini);
Pekerjaan                     : Swasta/ (Tulis karyawan PT. .....), atau PNS pada instansi ....
Alamat                                    : jalan .........................................................RT. ...... RW. ..... No. ......  
                                      Desa/ kelurahan ...................... Kecamatan ............. Kota/ kabupaten 
                                   ...................., selanjutnya disebut Sebagai Pemohon
Dengan ini mengajukan permohonan dispensasi kawin terhadap anak saya  :
N a m a                        : …………………… bin …………………;
Tanggal lahir/umur      : tanggal, bulan dan tahun/ …… tahun …. bulan
Pendidikan                  : ........ (Pendidikan Terakhir, bukan pendidikan yang sedang ditempuh 

                                   saat ini);
Agama                         : Islam
Pekerjaan                     : Swasta/ (Tulis karyawan PT. .....), atau PNS pada instansi ....
Alamat                                    : jalan .........................................................RT. ...... RW. ..... No. ......  
                                     Desa/ kelurahan ...................... Kecamatan ............. Kota/ kabupaten 
                                   ...................., selanjutnya disebut  Anak Pemohon
yang akan melaksanakan perkawinan dengan seorang perempuan:
N ama                          : …………………… binti ………….
Tanggal lahir/umur      : tanggal, bulan dan tahun / ….. tahun …. bulan
Pendidikan                  : ........ (Pendidikan Terakhir, bukan pendidikan yang sedang ditempuh
                                   saat ini)
Agama                         : Islam
Pekerjaan                     : Swasta/ (Tulis karyawan PT. .....), atau PNS pada instansi ....
Alamat                                    : jalan .........................................................RT. ...... RW. ..... No. ......  
                                     Desa/ kelurahan ...................... Kecamatan ............. Kota/ kabupaten 
                                   ...................., selanjutnya disebut sebagai Calon Istri Anak Pemohon
Bahwa permohonan tersebut diajukan atas dasar / alasan-alasan sebagai berikut :
1. Bahwa Pemohon telah menikah dengan......................binti.............pada tanggal....... 19.....berdasarkan Kutipan Akta Nikah/ Duplikat Kutipan Akta Nikah/ Daftar Riwayat Nikah (sesuai dengan Surat Yang dimiliki) Nomor:..../..../...../..... yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama kecamatan...........kabupaten/kota.......... tanggal.........(bulan dan tahun) dan dikaruniai.....(...) orang anak yang bernama 1)........umur....tahun.......bulan..... 2).........umur..........tahun.......bulan..... 3) dst...
2.   Bahwa   Pemohon   berencana   akan   menikahkan   anak   pertama   yang   bernama 
    ....................... bin .................. dengan ......................... binti ....................;
3. Bahwa Pemohon telah datang dan melapor ke PPN KUA Kecamatan.........., Kabupaten/Kota............ guna mencatatkan pernikahan anak Pemohon tersebut, namun ditolak dengan alasan belum cukup umur;
4.    Bahwa antara anak Pemohon..........................bin ...................dengan ........................ binti   ....................  telah     berkenalan     dan   telah   menjalin   hubungan   cinta   kasih  sekitar  .... (......) tahun, dan keduanya merupakan tetangga;
6.   Bahwa Pemohon menghendak agar anak Pemohon........................bin................dengan ............................. binti ................... tersebut segera dinikahkan, demi kebaikan mereka berdua kelak/ dan juga karena saat ini ........................... binti ................. telah hamil ... (..........) bulan;
  7. Bahwa Pemohon ingin agar anak Pemohon dengan   calon istrinya tersebut segera 
    dinikahkan, namun terhambat menyangkut usia anak Pemohon tersebut yang masih 
    belum mencapai usia kawin sesuai dengan   peraturan   perundang-undangan   yang 
    berlaku;
8. Bahwa  berdasarkan  alasan-alasan tersebut, maka  Pemohon   mohon  kepada  Ketua 
    Pengadilan  Agama  Malang   c.q. Majelis  Hakim yang  memeriksa  perkara  ini agar 
    berkenan  untuk  memeriksa dan selanjutnya menjatuhkan penetapan sebagai berikut:
PRIMER:
    1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
    2. Memberi Despensasi Kawin kepada Pemohon untuk menikahkan anak Pemohon 
       Yang bernama………......bin……..…... dengan…………binti ……………;
    3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum ;
SUBSIDER:
       Atau apabila Pengadilan Agama...........berpendapat lain, pemohon mohon Penetapan 
yang seadil-adilnya.
        Demikian atas terkabulnya permohonan ini, Pemohon sampaikan terima kasih.
                                                                                        Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
                                                                                         Pemohon,

                                                                                      ……………bin …………... 

Ø Contoh Surat Penetapan Dispensasi Nikah di bawah umur.
P  E N  E  T  A  P  A  N

Nomor : xxx / Pdt.P / 2011 / PA Bpp.

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama...................yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama, dalam persidangan Majelis Hakim telah menjatuhkan penetapan sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara Dispensasi Nikah yang diajukan oleh:         (nama pemohon), umur .... tahun, agama Islam, pekerjaan........, pendidikan ........, bertempat            kediaman di Kota .........., sebagai "Pemohon";
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah membaca dan mempelajari berkas perkara;
Setelah mendengar keterangan Pemohon,  dan pihak-pihak yang terkait di
persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
 Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat Permohonannya tertanggal ............... yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama ....................... Nomor : xxx/Pdt.P/2011/PA ......
mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa Pemohon hendak menikahkan anak kandung Pemohon bernama.............., tanggal lahir tanggal/bulan/tahun (umur ... tahun ... bulan ...), Agama Islam, pekerjaan......, pendidikan......, dengan calon suaminya  bernama................., umur ... tahun, Agama Islam, pekerjaan.........., pendidikan........, yang akan dilaksanakan dan dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan............, Kabupaten/Kota............; 
2. Bahwa syarat-syarat untuk melaksanakan pernikahan tersebut baik menurut ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi kecuali syarat usia bagi anak pemohon belum mencapai 16 tahun. Namun pernikahan tersebut sangat mendesak untuk tetap dilangsungkan karena keduanya telah berpacaran sejak 1 tahun  yang lalu dan hubungan  keduanya sudah sedimikian eratnya karena anak pemohon  telah hamil 4 bulan;
3. Bahwa antara anak pemohon dan calon suaminya tersebut tidak ada larangan untuk melakukan pernikahan;
4. Bahwa anak pemohon tersebut berstatus perawan, dan telah akil baligh serta sudah siap untuk menjadi seorang istri dan/atau ibu rumah tangga, Begitupun calon suaminya sudah siap pula untuk menjadi seorang suami dan/atau kepala keluarga keluarga serta telah bekerja sebagai Karyawan dengan penghasilan tetap setiap bulannya Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah); 
5. Bahwa keluarga pemohon dan orang tua calon suami anak pemohon telah merestui rencana pernikahan tersebut dan tidak ada pihak ketiga lainnya yang keberatan atas berlangsungnya pernikahan tersebut; 
6. Bahwa pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon agar Ketua Pengadilan Agama ............ segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
Primer :
1.  Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menetapkan, memberikan dispensasi kepada anak Pemohon bernama .................. untuk dinikahkan dengan calon suaminya bernama....................;
3.  Menetapkan biaya perkara menurut hukum;
4.  Atau menjatuhkan penetapan lain yang seadil-adilnya;
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan, Pemohon telah hadir sendiri di persidangan dan menyatakan tetap pada permohonannya untuk diberi dispensasi kawin kepada anak pemohon yang bernama ..................... untuk melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki  bernama ...................;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil Permohonannya, Pemohon telah mengajukan bukti-bukti  tertulis  : 
1. Fotokopi sesuai aslinya Surat Kutipan Akta Kelahiran atas nama .................(anak kandung pemohon) yang diterbitkan oleh Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota .......... Nomor : xxxx/1995 tanggal 30 Mei 1995, bukti P-1;
2. Surat pemberitahuan adanya kekurangan persyaratan nikah atas nama yang diterbitkan oleh KUA Kecamatan..............., dengan nomor : Kk. xx.xx.x/PW.xx/xxx/2011 tanggal.............., bukti  P-2
3. Surat pemberitahuan penolakan Nikah atas nama ................ yang diterbitkan oleh KUA Kecamatan .............., Nomor : Kk. xx.xx.x/PW.xx/xxx/2011 tanggal............, bukti P-3;
Menimbang, bahwa untuk melengkapi permohonannya, pemohon telah menghadirkan putrinya yang akan dinikahkan yang bernama..................., yang telah memberikan keterangan yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :
-   Bahwa pada saat ini ia baru berumur 15 tahun 9 bulan; (misal)
-  Bahwa ia telah siap untuk menikah, dan telah siap untuk menjadi istri apalagi saat ini ia telah hamil 4 bulan;
-  Bahwa antara keduanya sudah saling mencintai, tidak ada paksaan untuk menikah, dan didukung oleh pihak keluarga kedua belah pihak, selain itu keduanya telah siap untuk hidup berumah tangga sebagai suami istri;
Menimbang, bahwa pemohon juga menghadirkan calon suami anak pemohon yang bernama  ................. yang memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
-   Bahwa ia telah berumur 22  tahun.
-  Bahwa antara ia dengan Anak Kandung Pemohon telah saling mencintai, telah didukung oleh keluarga kedua belah pihak, antara keduanya tidak ada paksaan untuk menikah. 
-  Bahwa ia saat ini telah siap untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai suami dan berpenghasilan tetap setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah);   
Menimbang, bahwa selanjutnya pemohon menyatakan tidak akan mengajukan suatu apapun lagi, dan hanya memohon kepada Majelis Hakim agar segera menjatuhkan penetapannya;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian penetapan ini, maka ditunjuk segala hal sebagaimana tercantum dalam Berita Acara pemeriksaan perkara ini;


TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon sebagaimana telah diuraikan di atas;
Menimbang, bahwa pemohon mengajukan permohonan untuk diberikan dispensasi mengawinkan anaknya yang bernama ............... dengan seorang laki-laki bernama ................sebagaimana tertuang dalam surat permohonnya tanggal..............., Nomor : xxx/Pdt.P/2011/PA..... dengan alasan adanya pemberitahuan tentang kekurangan persyaratan pernikahan dan penolakan dari  Kantor Urusan Agama Kecamatan............. Kabupaten/Kota........., bukti P-2 dan P-3 terhadap rencana pernikahan tersebut yang disebabkan  calon mempelai wanita  masih dibawah umur;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-2 dan P-3 tersebut, pemohon mengajukan perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama ........... untuk memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 (2) tentang ketentuan umur dalam perkawinan 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita,  bukti (P-1)
Menimbang, bahwa untuk memperkuat alasan permohonan pemohon di persidangan selain bukti   tertulis P-1, P-2, dan P-3, tersebut pemohon di persidangan telah menghadirkan kedua calon yang akan segera dinikahkan (Anak Kandung Pemohon dan Calon Suami Anak Kandung Pemohon);
Menimbang, bahwa dari keterangan pemohon dan kedua orang calon mempelai, terungkap fakta-fakta hukum sebagai berikut :
-  Bahwa, calon mempelai wanita (Anak Kandung Pemohon) saat ini masih belum mencukupi umur perkawinan yaitu minimal 16 tahun tetapi saat ini telah hamil 4 bulan, namun  keduanya  telah saling mencintai, dan telah bertekad untuk membangun rumah tangga yang bahagia, dan calon mempelai laki-laki (Calon Suami Anak Kandung Pemohon);
- Bahwa keduanya telah siap untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban masing-masing,  sebagai suami istri apabila sudah menikah;
-  Bahwa atas keinginan keduanya tersebut telah mendapat persetujuan dari kedua orang tua calon mempelai;
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut Majelis Hakim berpendapat, untuk menghindari bagi kedua calon mempelai, yakni Anak Kandung Pemohon dan Calon Suami Anak Kandung Pemohon terjerumus lebih jauh berupa fitnah dan pelanggaran norma agama (terutama calon bayi) yang sedang dikandung agar memiliki status yang jelas, dan untuk menghalalkan bagi keduanya dalam bergaul lebih intim, maka jalan yang terbaik bagi mereka berdua adalah melangsungkan pernikahan. 
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis hakim menilai bahwa permohonan pemohon telah memenuhi maksud Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Oleh karenanya permohonan pemohon menurut hukum dapat dikabulkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 (1) Undang - undang Nomor 7 tahun 1989 maka biaya perkara dibebankan kepada pemohon.
Memperhatikan ketentuan Perundang-undangan, dalil syar'i serta ketentuan lain yang berkaitan dengan  perkara ini;
M E N E T  A P K A N
1.  Mengabulkan permohonan pemohon;
2. Menetapkan, memberikan dispensasi kepada anak Pemohon........... untuk menikah dengan seorang laki-laki bernama..........; 
3. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. ........,- (....)
Demikian penetapan ini dijatuhkan  pada hari ....... tanggal......... M bertepatan dengan  tanggal............. H., oleh kami  ............ selaku Ketua Majelis, ............ dan............. selaku Hakim-hakim Anggota. Penetapan tersebut dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, dengan dihadiri para Hakim Anggota, dibantu  oleh ............ selaku Panitera Pengganti, dan  dihadiri oleh  pemohon;  
                                                                             Ketua Majelis,
   Hakim-hakim Anggota,                                                Ttd
               Ttd                                                       .............................
..................................

               Ttd
....................................                                        Panitera Pengganti
                                                                                     Ttd
                                                                            ...........................
2.      Dampak dari perkawinan di bawah umur atau dini
Ø  Kematangan  emosi  merupakan  aspek  yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak di tentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya perkawinan maka status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami-istri, dan sah secara hukum.
Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Dalam kehidupan manusia perkawinan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua orang tidak bisa memahami hakekat dan tujuan dari perkawinan yang seutuhnya yaitu mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga.Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting. Hal ini disebabkan karena didalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis.
Ø  Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Pernikahan yang sukses sering ditandai dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Begitu memutuskan untuk menikah, mereka siap menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan, baik yang menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang berkait dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik.
Ø  Tujuan dari perkawinan yang lain adalah memperoleh keturunan yang baik. Dengan perkawinan pada usia yang terlalu muda mustahil akan memperoleh keturunan yang berkualitas. Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang telah dewasa secara psikologis akan akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila dibandingkan dengan para ibu muda. Sedangkan bagi remaja, mereka  belum dikatakan manusia dewasa yang yang memiliki kematangan pikiran.[6]
Belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflikpun, usia itu berpengaruh.

















BAB III
PENUTUP

Perkawinan di bawah umur bukanlah perkawinan yang diperbolehkan begitu saja karena menurut UUP sebenarnya hal tersebut merupakan bentuk penyimpangan terhadap Pasal 7 ayat 1. Oleh karena itu, pelaksanaannya pun harus dikawal oleh pengadilan agama melalui dispensasi nikah yang diajukan oleh orang tua calon mempelai. Dalam Islam, ketentuan boleh melaksanakan perkawinan adalah baligh, berbeda halnya dengan hukum Indonesia termasuk dalam KHI, namun jika ditelaah sebenarnya keduanya hampir sama persepsi, yakni baligh. Akan tetapi, mengenai ukuran baligh dalam Islam sendiri itu tidak mudah untuk mengetahuinya begitu saja dan tidak semua masyarakat muslim Indonesia tahu akan hal itu. Maka dengan menentukan umur, akan lebih mudah dicerna oleh kalangan mana saja.



















DAFTAR PUSTAKA


Kompilasi Hukum Islam. 2005. Bandung: Fokus Media.
Mahkamah Agung RI. 2009. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II. Jakarta: Mahkamah Agung RI.
Prabu, Mangkunegara Anwar. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung,: Refika Aditama.
Raharjo, Satjipto. 1979. Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung : Alumni.
Ramulyo, Moh. Idris. 1986. Tinjauan beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Ind. Hillco.
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam





[1] Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
[2] Kompilasi Hukum Islam, Fokus Media, Bandung, 2005, pasal 15, hal. 10
[3] Moh. Idris Ramulyo, Tinjauan beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam (Jakarta:Ind. Hillco. 1986), hlm. 160.
[4] Satjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung : Alumni, 1979), hlm. 48.
[5] Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknins Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II (Jakarta: 2009), hlm 197-198
[6]Mangkunegara Anwar Prabu, A.A., Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung,:Refika Aditama, 2003), hlm. 6.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda