Momo Si Kucing Rakus
Sore hari, seorang
bocah 12 tahun sedang bersama seekor kucing. Dia tampak senang karena hewan
kesayangannya yang lucu sedang menjilat-jilat kakinya. Tak lama kemudian si
kucing mengeong.
“Meong... Meong...” Suara unyil si kucing Persia terdengar merdu.
“Unyil lapar ya?
Aduh kasihan... Sini Dinda kasih makan dulu.”
Dinda menaruh
whiskas di piring plastik. Tempat yang digunakan unyil untuk makan setiap hari.
Dengan cepat unyil memakan whiskas dari Dinda.
“Lucunya kamu
nyil... Makan yang banyak ya biar gemuk...” Dinda mengelus bulu si Unyil.
Begitulah setiap
sore, Dinda memberi makan Unyil sekaligus mengajaknya berbicara. Dia tidak tahu
selama ini kucingnya memahami apa yang dia katakan.
****
Pagi hari, saat
semua orang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Seekor kucing anggora bernama
Pussy bermain ke rumah Dinda. Disana hanya ada mba Ani seorang pembantu yang
bekerja disana. Dia mengeong memanggil Unyil.
“Hai Sy... Kamu
habis ngapain?” Unyil keluar dari rumah.
“Hai Nyil... Aku
baru aja dari taman, tadi habis main sama kupu-kupu. Kamu habis ngapain?”
“Oh... Tadi aku
tiduran bentar.”
“Ya ampun Nyil,
masa pagi-pagi udah tidur.” Pussy tertawa terpingkal-pingkal.
“Hehe. Soalnya
ngantuk. Aku bosen nih. Jalan-jalan ke kebun yuk...?
Tiba-tiba, mba Ani
keluar dari rumah.
“Eh ada Pussy...”
Mba Ani mengeluarkan
whiskas dan menaruhnya di depan Pussy dan Unyil.
“Ini buat Unyil
sama Pussy.”
Mba Ani tersenyum
melihat dua kucing lucu sedang makan dengan lahab dan juga dia mengelus bulu
mereka yang lembut seperti kain sutra. Tidak lama kemudian mba Ani kembali ke
dalam rumah.
Saat Pussy dan
Unyil asyik makan, Momo si kucing liar datang dengan wajah galak.
“Hei kalian!!!”
Pussy dan Unyil menoleh
kaget. Momo mendekati makanan mereka.
“Kalian berdua
makan kok enggak bagi-bagi?! Aku laper, sana minggir!”
Momo mengusir
Pussy dan Unyil. Matanya menatap tajam mereka berdua. Tidak hanya itu, Momo juga
menggertak, hingga mereka berdua takut dan mundur menjauh. Tanpa merasa
bersalah, Momo memakan whiskas dengan lahab hingga habis.
“Aiiigh.” Momo bersendawa
karena kekenyangan.
Pussy dan Unyil
menatap Momo dengan heran. Tak disangka Momo begitu rakus, merebut sekaligus
menghabiskan semua makanan mereka.
“Hei kalian
berdua!”
Yang dipanggil
menoleh kaget karena dibentak.
“Iya kalian berdua, dipanggil malah
bengong.”
“A...A...ada
ap...apa?” Unyil menjawab terbata-bata karena ketakutan.
“Kalian masih
punya makanan enak?!” Tanyanya ketus.
“E...Enggak Mo.
Makanan lain disimpan sama majikanku.”
“Jangan bohong!
Awas kalo aku nemu makanan di sekitar sini, kamu bakalan aku...” Momo
menunjukkan cakar kukunya yang tajam. Hidungnya mengendus-endus sekitar,
berharap masih ada makanan yang bisa disantapnya.
“Haha. Aku mencium
bau enak.”
Aroma ayam goreng
begitu menusuk hidung. Pussy dan Unyil juga mencium aroma sedap dari rumah.
Sayangnya, kucing anggora dan kucing Parsia tidak mau makan sembarangan, mereka
hanya mau makan whiskas. Lain halnya dengan kucing liar, mereka terbiasa makan
apa saja yang mereka temukan.
“Aku mau ayam
goreng.”
Momo menjilati
lidahnya dan menuju ke rumah Dinda. Dia menuju ke sumber aroma yang berada di
meja makan. Dengan cepat dia mengambil satu paha ayam yang sudah digoreng. Mba
Ani kaget dan berteriak sambil mengejar Momo, sayangnya dia terlalu cepat dari
pada gerakan mba Ani. Momo melesat keluar dengan cepat dan segera memakan paha
ayam goreng itu di depan Pussy dan Unyil.
Mba Ani keluar rumah dan melihat Momo yang sedang asyik makan hanya bisa
menggelengkan kepala.
“Dasar kucing
liar, awas ya kalo berani nyuri makanan lagi!? Ujarnya kesal, lalu kembali ke
rumah.
“Aigh...” Untuk
kesekian kalinya Momo bersendawa.
Pussy dan Unyil
lagi-lagi hanya bisa melihat Momo dengan perasaan sebal namun takut. Tanpa
perasaan bersalah Momo pergi dan berkata,
“Udah dulu ya?
Besok aku kesini lagi. Haha.”
Unyil dan Pussy
mendengus membiarkan Momo pergi, berharap dia tidak kembali lagi kesini besok.
****
Malam hari, ayah dan ibu Dinda mengeluh
rumahnya banyak sekali tikus berkeliaran.
“Kalau begini
caranya, kita harus memasang racun tikus di rumah.” Ujar ayah Dinda.
“Iya yah,
sebaiknya kita pasang racun tikus aja. Ibu Dinda mencoba menyetujui usul sang
ayah.
Ayah Dinda
mengambil racun tikus dan memasang racun itu disekitar rumahnya. Ada yang ditaruh
di kolong meja makan, dekat kamar mandi, dan tempat-tempat lain. Saat itu Unyil
tidur, sehingga tidak tahu kalau ayah Dinda memasang racun tikus, namun
sesekali Unyil bangun kemudian memejamkan mata kembali.
****
Keesokan hari
Pussy dan Unyil bermain sama-sama. Seperti kemarin, Mba Ani keluar memberikan
makan kepada mereka, lagi-lagi Momo datang merebut makanan itu. Pussy dan Unyil
cemberut. Seolah ingin membentak Momo, sayangnya mereka tidak berani karena
takut akan keberingasan dan keganasannya.
“Makanan ini
sungguh enak. Aku mau ke rumah majikanmu ya Nyil? Siapa tahu ada makanan lezat
disana. Haha.”
Momo lari dengan
cepat menuju dapur dan mencari makanan disana, sayangnya belum ada. Mba Ani
sedang mencuci baju di kamar mandi sehingga tidak tahu keberadaannya. Saat
sedang mencari makan, dia mencium bau seperti makanan di kolong meja makan.
“Wah, ada permen
jatuh. Kayaknya enak nih... Makan ah.”
Seperti kelaparan,
Momo memakan permen itu. Tidak sampai tiga menit dia telah menghabiskan makanan
itu dan keluar kemudian bercerita pada Pussy dan Unyil, bahwa permen di kolong
meja sangat enak rasanya. Momo tidak tahu bahwa permen yang dimakan adalah
racun tikus.
Tak lama setelah
bercerita, tiba-tiba kepala Momo terasa pusing sekali. Perutnya terasa mual,
dan tiba-tiba mulutnya mengeluarkan cairan putih. Dia menjerit-jerit
kesakitan, namun Pussy dan Unyil hanya
diam karena bingung. Momo meronta-ronta kesakitan, namun beberapa detik
kemudian tubuhnya kaku dan tidak bernafas lagi. Pussy dan Unyil mendekat
berusaha menolong, tetapi sia-sia. Momo sudah mati karena kerakusannya sendiri.
TAMAT